Breaking News

Apa makna hadist surga di bawah telapak kaki ibu


Tafsir Hadist Surga di Bawah Telapak Kaki ibu



Berbakti kepada orangtua adalah kewajiban bagi setiap
muslim. Menjalankannya dengan penuh keikhlasan dapat bernilai pahala di sisi
Allah. Perbuatan ini juga menjadi salah satu amalan yang disukai Rasulullah.
Terutama kepada ibu.



Islam menganjurkan umatnya untuk lebih berbakti kepada ibu
sebab derajatnya tiga kali lebih tinggi daripada ayah. Dalam sebuah hadist,
Rasulullah bersabda:



الْجَنَّةُ تَحْتَ أَقْدَامِ الأمَّهَات؛ مَن شِئن أدخلن، ومَنْ شِئن
أخْرَجن
-.



“Surga di bawah telapak kaki ibu. Siapa yang dikehendaki
(diridhai) para ibu, mereka bisa memasukkannya (ke surga); siapa yang
dikehendaki (tidak diridhai), mereka bisa mengeluarkannya (dari surga).”





Apa maksud dari hadist tersebut? Untuk mengetahuinya, simak
penjelasan berikut.



Hadist Surga di Bawah Telapak Kaki ibu: Bermakna Dalam



Hadist surga di bawah telapak kaki ibu sebenarnya memiliki
makna yang cukup dalam. Hadisttini tidak bisa diartikan begitu saja tanpa
mengetahui penjelasan maknanya.



Mengutip buku Kumpulan Tanya Jawab Keagamaan oleh
Pustaka Ilmu Sunni Slafiyah, maksud hadistt surga di bawah telapak kaki ibu
ialah patuh dan ridhanya seorang Muslim menjadi penyebab masuknya ia ke dalam
surga.



Al-Aamiri pernah berkata: “Maksudnya ukuran dalam
berbakti dan khidmah pada para ibu bagaikan debu yang berada dibawah telapak
kaki mereka, dianjurkan mendahulukan kepentingan mereka atas kepentingan
sendiri dan memilih berbakti pada mereka ketimbang pada hamba-hamba Allah
lainnya. Ini karena merekalah yang rela menanggung beban penderitaan kala
mengandung, menyusui serta mendidik anak-anak
mereka”.



Hal serupa disampaikan oleh Muhammad Taufik dalam bukunya
yang berjudul Malaikat Itu Bernama Ibu. Ia mengatakan bahwa
berbakti kepada ibu, tidak membangkang terhadapnya, tidak menyakitinya, tunduk
dan rendah diri di hadapannya, akan menjadi wasilah penyebab seorang Muslim
masuk surga.



Menurutnya, inilah arti sebenarnya dari kalimat “surga di
bawah telapak kaki ibu”. Maka, jika kebaikan tersebut mampu menjadi wasilah
menuju ke surga, seorang Muslim hendaknya menghindari perlakuan buruk kepada
ibunya yang justru akan menghartarkan ia menuju neraka.



Hadist Surga di Bawah Telapak Kaki ibu, Menurut Ulama
Tasawuf



Pendapat lain disampaikan sebagian ulama tasawuf yang
mengartikan hadist ini secara dhahir dan batin.



Menurut mereka, baginda Nabi Muhammad
adalah ciptaan Allah yang mampu menguasai kesempurnaan bahasa. Sehingga, arti
sebuah hadistt tidak bisa dimaknai dari satu sudut pandang saja.



Secara dhahir, para ibu dengan keridhaannya mampu
menghantarkan seorang anak ke dalam surga. Tentunya ini dapat diraih dengan
mengamalkan perilaku rendah hati, patuh, dan hormat kepadanya.



Sedangkan secara bathin dan hakikatnya, para ibu yang mukmin
kelak berada di tempat tertinggi bersama dengan Nabi Muhammad ,
sedangkan setiap makhluk berada di bawahnya. Maka maksud hadist ‘surga di bawah
telapak kaki ibu’ ialah tentang kedudukan para makhluk di surga yang kelak
berada di bawah telapaknya.



Mengutip Lembaga Fatwa Mesir Dar al-Ifta’, pernyataan ini
memang disandarkan kepada Rasulullah. hadist al-jannatu
tahta aqdam al-ummahat, diriwayatkan Ibnu ‘Addi dalam al-Kamil, dari jalur Musa
bin Muhammad al-Maqdisi dari Ibnu Abbas.



Redaksi hadist tersebut sebagai berikut:”Surga itu (berada)
di telapak kaki ibu, dari jalur manapun masuk dan dari jalur manapun pula
keluar.”



Menurut Ibnu ‘Addi Musa bin Muhammad a-Maqdisi
statusnya adalah munkar (yaitu periwayat yang dikenal lemah meriwayatkan hadist
berbeda dengan periwayat yang kuat).



Redaksi al-jannatu tahta aqdam al-ummahat, berasal dari
jalur Anas bin Malik yang dinukilkan oleh sejumlah ulama antara lain Abu Bakar as-Syafi’i
dalam ar-Ruba’iyyat, Abu as-Syekh dalam al-Fawaid, al-Qudha’i,
dan ad-Daulabi.



Jalur periwayatannya bertemu di Manshur bin al-Muhajir dari
Abu an-Nadhar al-Abar. Jalur yang sama disalin
oleh al-Khathib al-Baghdadi dalam al-Jami’ li Akhlaq ar-Rawi dan
as-Suyuthi dalam al-Jami’ as-Shaghir.



Siapakah Abu an-Nadhar dan Manshur?  Dalam Faidh
al-Qadir bi Syarh al-Jami’ as-Shaghir, al-Munawi menyatakan bahwa kedua
periwayat tersebut tidak diketahui dan derajat hadistnya adalah munkar.



Kendati demikian, meski hadist dengan redaksi ini
deranjatnya adalah lemah, namun ada hadist lain dengan subtansi yang sama
statusnya sahih.



Hadist itu diriwayatkan sejumlah kalangan yaitu Imam Ahmad,
an-Nasai Ibnu Majah, at-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabir yang dikuatkan Imam
al-Hakim serta ad-Dzahabi.



Hadist itu dari jalur Mu’awiyah bin Jahimah. Suatu ketika
dia mendatangi Rasul dan bertanya, ”Wahai Rasulullah aku hendak berperan, namun
aku datang untuk berkonsultasi. ‘Apakah kamu memiliki ibu?’, tanya Rasul.
Sahabat tadi menjawab punya. Rasul bersabda: ‘Berbaktilah kepadanya, karena
surga itu di bawah kakinya (fainnal jannata tahta rijliha).”



Makna hadist di atas adalah rasa rendah diri, kepatuhan, dan
tidak membangkang kepada ibu adalah faktor penyebab masuk surga.



Kesimpulannya menurut Dar al-Ifta’,
pernyataan al-jannatu tahta aqdam al-ummahat, adalah sabda Rasulullah
yang diriwayatkan dari berbagai jalur. Ada yang sahih dan lemah.



Masing-masing saling menguatkan satu sama lain. Yang pasti,
subtansi dari hadist itu sama yaitu menyerukan berbakti kepada ibu.



 


0 Komentar

Posting Komentar
© Copyright 2023 - Bakal Beda