Bakalbeda.com - Baru-baru ini, jagat maya dihebohkan oleh sebuah video yang memperlihatkan tim kampanye pasangan calon nomor urut 01, Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar, di Bekasi, Jawa Barat.
Video tersebut, diunggah dalam akun TikTok agung_jawink, menunjukkan seorang pria yang menyebutkan Malaikat Jibril dalam konteks kampanye politik.
Ungkapan-ungkapan spiritual yang disampaikan dalam video tersebut menuai beragam respons dan perdebatan di kalangan netizen.
Dalam video tersebut, seorang pria menyebut Anies Baswedan sebagai "Hamba" yang akan memanggil Malaikat Jibril.@agung_jawink jangan pilih kasih dong Tik tok 😂 salam orang waras 🤘#prabowopresiden2024 #gibranrakabuming #bekasi #tambunutara #karangsatriatambunutara #viral #fypシ #fyp ♬ suara asli - Agung Riadi
Ungkapan tersebut diartikan sebagai sebuah bentuk spiritualitas dan dukungan kuat terhadap Anies Baswedan.
Sebelumnya, tim kampanye Anies telah memicu kontroversi dengan menyebut Imam Mahdi, dan kini Malaikat Jibril menjadi sorotan.
Pernyataan-pernyataan tersebut, meskipun diutarakan dalam konteks acara politik, mengundang berbagai pertanyaan.
Apakah ini hanyalah ekspresi spiritual yang mendalam ataukah merupakan strategi politik yang dimaksudkan untuk mempengaruhi opini publik?
Pernyataan yang terkait dengan entitas spiritual seperti Malaikat Jibril dan Imam Mahdi dapat dianggap sensitif dan bisa memicu reaksi beragam di masyarakat.
Video tersebut telah menciptakan dua kubu yang berbeda dalam masyarakat. Ada yang melihatnya sebagai ungkapan spiritual dan dukungan tulus terhadap Anies Baswedan, sementara yang lain menganggapnya sebagai upaya manipulatif untuk memanfaatkan unsur spiritualitas dalam konteks politik.
Beberapa pihak menilai bahwa kampanye seharusnya berfokus pada isu-isu substansial dan program-program yang akan dijalankan oleh calon pemimpin, bukan menggunakan unsur-unsur spiritual yang dapat memecah belah masyarakat.
Sementara itu, pendukung Anies Baswedan berpendapat bahwa ini hanyalah bentuk dukungan yang mendalam dan tulus terhadap figur tersebut.
Penggunaan unsur spiritual dalam kampanye politik bukanlah hal baru.
Namun, dalam konteks pluralisme dan keberagaman agama di Indonesia, setiap pernyataan yang terkait dengan keyakinan agama atau entitas spiritual harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak menyinggung atau memecah belah masyarakat.
Kontroversi terkait video kampanye Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar di Bekasi menyoroti pentingnya etika dalam menggunakan unsur-unsur spiritual dalam dunia politik.
Meskipun dukungan terhadap seorang pemimpin dapat bersifat pribadi dan mendalam, perlu diingat bahwa kampanye politik seharusnya berfokus pada isu-isu nyata dan program-program yang akan dilaksanakan.
Sebuah pernyataan yang sensitif dapat memicu reaksi beragam di masyarakat, dan politisi harus berhati-hati dalam mengakomodasi keberagaman dan menghindari potensi polarisasi.***
0 Komentar