Tpz5GfY9BUd5Gpd0GSM9TSG5Gi==

Braking News:

00 month 0000

Indonesia Alami Defisit Awal Tahun: APBN Minus Rp312 Triliun

Azzam
Azzam
Font size:
12px
30px
Print

Keuangan Indonesia

Bakalbeda.com
- Kementerian Keuangan mengungkapkan defisit APBN 2025 telah menyentuh Rp312 triliun hanya dalam dua bulan pertama. Para ekonom memperingatkan, jurang fiskal ini bisa semakin dalam.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers "APBN KiTa", Kamis (13/3), menyampaikan defisit tersebut setara 0,13% dari Produk Domestik Bruto (PDB).

"Defisit hingga akhir Februari mencapai Rp312 triliun, 0,13% dari PDB. Padahal desain awal APBN 2025 menetapkan batas defisit di Rp616,2 triliun atau 2,53% dari PDB," ungkapnya.

Namun, Sri Mulyani menyebut posisi keseimbangan primer masih surplus sebesar Rp48,1 triliun.

Ia juga merinci, hingga Februari 2025, penerimaan negara mencapai Rp316,9 triliun—atau 10,5% dari target.

Pendapatan dari perpajakan sebesar Rp240,7 triliun, terdiri dari penerimaan pajak Rp187,8 triliun dan bea cukai Rp42,6 triliun. Sedangkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) tercatat Rp76,4 triliun.

Di sisi pengeluaran, realisasi belanja negara mencapai Rp348,1 triliun atau 9,6% dari total target belanja tahun ini.

Belanja pemerintah pusat menyentuh Rp211,5 triliun, terdiri atas belanja Kementerian/Lembaga Rp83,6 triliun dan belanja non-KL Rp127,9 triliun. Sementara transfer ke daerah mencapai Rp136,6 triliun.


Dampak Gejolak Global: Efek Trump 2.0

Menkeu juga menyoroti efek domino dari kembalinya Donald Trump sebagai Presiden AS. Menurutnya, berbagai kebijakan sepihak dari Gedung Putih mengguncang pasar global.

“Serangkaian executive order dari Presiden Trump menciptakan turbulensi besar di pasar keuangan dunia,” ujar Sri.

Kondisi tersebut tercermin dalam depresiasi nilai tukar rupiah hingga Rp16.340 per dolar AS. Imbas lainnya tampak pada volatilitas yield surat berharga negara serta fluktuasi harga minyak mentah global.

“Interaksi antarnegara besar—dari Kanada, Uni Eropa, hingga Tiongkok—memperkuat gejolak ini,” lanjutnya.


Tantangan Domestik dan Analisis Ekonom

Pertumbuhan ekonomi nasional pada 2024 stagnan di kisaran 5,03%. Namun, Menkeu menilai capaian ini tetap patut diapresiasi, mengingat ketidakpastian global yang mencengkeram dari berbagai sisi.

“Menjaga pertumbuhan di atas 5 persen dalam situasi ekonomi global yang penuh disrupsi bukanlah perkara enteng,” tegasnya.

Ekonom dari CORE Indonesia, Yusuf Hendry, mengidentifikasi sejumlah penyebab utama dari defisit dini ini:

  1. Kontraksi Penerimaan Negara: Total penerimaan tergerus sekitar 20%, dengan penerimaan perpajakan anjlok 40%.

  2. Penyesuaian PPN: Kebijakan kenaikan PPN di akhir tahun lalu mengganggu arus restitusi.

  3. Permasalahan Sistemik: Coretax, sistem baru Ditjen Pajak, belum berfungsi optimal sehingga memperlambat pelaporan.

“Coretax belum mampu mengakomodasi kebutuhan pelaporan secara efektif,” ujarnya.

Ia juga menyoroti faktor eksternal seperti harga komoditas yang anjlok dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

“Defisit muncul lebih awal dari biasanya. Tahun lalu terjadi di Mei, sekarang sudah Januari—yang pertama sejak 2021. Ini alarm penting,” tambah Yusuf.


Apakah defisit akan melebar?

“Semuanya tergantung pada bagaimana pemerintah mengelola program prioritas dan menjaga efisiensi, apalagi jika perekonomian tidak mendukung. Ramadan dan Lebaran mungkin mendorong penerimaan sementara, tapi setelahnya perlu dorongan struktural agar penerimaan tak semakin tergerus,” tutup Yusuf.

Sumber: voaindonesia

Baca Juga: